PDKT dengan Buku #diarypustakawan

Penulis : @asmaulhusna.rh

Dari kita duduk di bangku sekolah dasar, kita sudah dibiasakan untuk membaca, ya meski bukan buku bacaan yang sebenarnya, misal buku fiksi atau komik melainkan dari buku pelajaran, terkhusus buku Bahasa Indonesia.

            Secara tidak langsung itu juga mengajarkan kita untuk berliterasi. Di dalam buku Bahasa Indonesia banyak sekali cerita-cerita yang mana kita disuruh oleh Ibu/Bapak Guru untuk membacanya.

            Kalian pasti pernah bukan pada saat membaca cerita, contohnya tentang suasana pedesaan, yang mana di dalamnya dideskripsikan seperti apa suasana di pedesaan. “Mentari masih malu menyapa, desau angin menerpa badan, menggigil yang dirasa, namun sejuk kudapat. Terdengar kicau burung saling sahut-menyahut, kulihat kelopak bunga-bunga bergoyang, dijatuhi air sisa hujan semalam. Hijau persawahan membuat mataku yang masih mengantuk menjadi segar. Kuhirup dalam-dalam udara di pagi hari ini. Betapa indah mahakarya sang pencipta”.

            Saat kita membacanya, detik itu juga kita langsung berimajinasi, membayangkan hal tersebut seakan nyata, dalam artian kita seperti berada di dalam cerita itu. Menurutku itu sangat menyenangkan, kadang ingin benar-benar ada di sana.

Ah aku juga teringat cerita tentang bunga lily yang tumbuh di depan rumah seorang pria paruh baya, tapi ingatanku tak begitu jelas, samar. Yang jelas aku menyukai cerita seperti itu. Salah satu yang aku sukai dari membaca, kita bebas untuk berimaji.

            Ohya, aku menceritakan semua itu karena aku mengalaminya, kuharap kalian pun merasakan hal yang sama.

-----

Sekarang kita beralih ke bangku SMP ya. Waktu kelas 1 SMP aku pernah bilang ke diriku sendiri, “kalau waktu jam istirahat aku mau membaca buku di Perpustakaan saja”. Ya benar saja, aku pergi ke Perpustakaan dan menemukan banyak sekali buku cerita seperti buku dongeng, cerita rakyat dan lain sebagainya. Sungguh menyenangkan sekali karena di SD dulu belum ada Perpustakaan.

Sebenarnya aku sudah mempunyai kecenderungan terhadap buku, hanya saja aku belum menyadari betapa pentingnya membaca. Jadi, membaca buku di Perpustakaan bukanlah menjadi prioritasku saat itu.

-----

Nah, masuk ke masa remaja yakni di bangku SMA aku mulai menyukai puisi. Buku diary adalah sahabatku kala itu, kemana-mana selalu kubawa. Setiap kali ada momen atau suatu hal yang kurasa perlu aku tuangkan, aku tulis di buku kecil itu, sebuah cerita yang aku rangkai menjadi puisi, dan hanya aku yang tahu persis makna setiap bait dari puisi-puisi tersebut.

Aku hanya aktif menulis puisi, sementara minat bacaku mandek, sampai akhirnya di kelas 3 SMA ada pelajaran lagi-lagi Bahasa Indonesia dimana setiap siswa disuruh membaca habis sebuah buku yang bebas kami pilih sendiri genrenya.

Aku kembali antusias, dan aku ingat sekali judul buku yang aku baca “Jangan mau nggak nulis seumur hidup” penulisnya Gol A Gong. Disaat temanku memilh buku bertema kisah cinta, justru aku bertolak belakang dengan mereka semua, ya meski pada akhirnya aku pinjam satu persatu buku teman-temanku untuk aku baca juga hehe.

Momentum itu menjadikan aku kembali mendekatkan diri dengan buku.

 

-----

Pendekatan dengan buku masih berlanjut hingga aku berada di bangku perkuliahan. Kebetulan aku masuk jurusan Ilmu Perpustakaan. Lengkapnya lagi akan aku ceritakan khusus di sub bab selanjutnya pada buku ini, Ok.

Aku semakin intens dengan Perpustakaan. Hampir setiap hari nongkrongnya di sana. Banyak tugas kuliah yang harus diselesaikan. Selain jurnal-jurnal online, mencari referensi terpercaya dan tepat hanya ada di Perpustakaan.

Karena terbiasa di Perpustakaan, ada atau tidak adanya tugas aku tetap ke ruangan penuh buku-buku itu. Layaknya berada dalam labirin, aku menyusuri setiap lorong, membaca judul di setiap punggung buku kalau-kalau ada buku yang aku butuhkan.

Rak buku khusus buku fiksi menjadi perhatianku dikala senggang dari tugas-tugas. Saat itu ada buku baru best seller karangan Tere Liye. Hujan, judul buku pertama yang aku baca.

Dari lembar pertama aku sangat menikmati tiap-tiap paragrafnya sampai tak terasa cepat sekali aku melahapnya. Kemudian aku beralih membaca buku yang lainnya, masih karangan dari Tere Liye.

Ketagihan, itu yang aku rasakan saat itu. Apalagi menjelang libur semester aku sudah memikirkan buku apa yang akan aku baca untuk menemani hari-hariku saat libur. Alhasil aku meminjam buku ke teman sekelasku.

Untuk membeli sendiri buku bacaan saat itu sungguh belum terlalu aku pikirkan. Lagi pula aku belum bekerja, uang masih minta sama orangtua. Dan juga aku bukan tipe anak yang rajin menabung, jangan ditiru ya. So, meminjam buku di Perpustakaan atau di teman menjadi jalan ninjaku untuk dekat dengan buku.

 

-----

Dari cerita di atas, aku cuma mau menyampaikan

“Setiap kita punya sisi kecondongan terhadap membaca, hanya saja hal tersebut perlu diasa, perlu juga dukungan dari orang sekitar dan juga kesadaran kita tentunya. Step by step tidak mengapa. Yuk semangat literasi”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengulas Novel ''Janji untuk Ayah'' By. Nurunala

Mengulas novel ''Orang-orang Biasa'' by. Andrea Hirata

Allah tau, kamu sanggup