Pustakawan dalam kacamata Pemustaka #diarypustakawan
Jutek. Ya, itulah
pandangan dari kebanyakan pemustaka terhadap pustakawan. Entahlah kenapa mereka
beranggapan demikian, namun dari kacamataku pribadi sebagai seorang pustakawan,
semasa kami duduk di bangku perkuliahan, kami diajarkan dan belajar bagaimana
memberikan pelayanan prima kepada pemustaka.
Tujuannya ialah untuk
memberikan rasa nyaman dan tentunya kebutuhan mereka terpenuhi dengan baik di
Perpustakaan. Sehingga dengan itu mereka menjadi betah berlama-lama di
Perpustakaan dan mau berkunjung kembali.
Dari pemustaka memasuki
pintu, pustakawan harus siap siaga, memberikan senyuman terbaik, memberikan
arahan bagi pemustaka yang terlihat kebingungan.
Kebanyakan pemustaka
itu sungkan untuk bertanya duluan apa yang mereka butuhkan atau yang mereka
cari. Dari itu tugas pustakawan ialah menghampiri mereka dan bertanya apa yang
bisa kita bantu.
Aku mau cerita juga
dari pengalamanku selama bekerja di Perpustakaan dua tahun belakangan ini. Aku
termasuk tipe yang mudah mengingat nama-nama orang. Mungkin itu salah satu hal
yang membuat aku cukup akrab dengan pemustaka yakni siswa-siswi di sana. Kerap
kali mereka curhat denganku, entah itu berupa keluhan terkait pelajaran yang
mereka anggap sulit atau metode yang diajarkan oleh Guru yang sulit juga untuk
mereka pahami.
Aku mencoba menjadi
pendengar yang baik bagi mereka. Masukan juga nasihat selalu aku lontarkan di
akhir cerita yang disampaikan.
Pernah suatu ketika
mereka bilang “selama aku sekolah disini, dari kelas 1 sampai dengan kelas 2,
baru kali ini aku sering berkunjung ke Perpustakaan”. Dan yang lainnya pun ikut
meng-iya-kan dengan kompaknya.
“kenapa bisa begitu”,
jawabku. Kemudian salah satu dari mereka menjawab “iya Bu, pernah waktu itu aku
ke Perpustakaan, baru saja kakiku melangkah memasuki ruangan Perpustakaan,
terus ada pegawainya bilang gini, kenapa
ke Perpustakaan, mau cari apa (sambil menirukan gaya pegawai yang ia maksud
itu).”
“Nada bicaranya itu loh
Bu yang rada jutek, menakutkan bahkan. Jadi kami males deh ke Perpustakaan lagi” sambung temannya yang lain ikut
menjawab.
Nah, dari pengalaman di
atas semoga bisa kita ambil pelajarannya. Sikap bahkan nada bicara saja bisa
mempengaruhi mood seseorang untuk ke
Perpustakaan. So, apa salahnya
bersikap lembut, toh tidak merugikan kita, malah membuat mereka senang, mereka
merasa terbantu, dan berkah pekerjaan kita.
Bukannya aku mau menggurui, tapi please teruntuk yang bekerja di Perpustakaan baik itu pustakawan maupun yang bukan. Yuk buang stigma buruk pemustaka tentang image pustakawan yang terkenal cuek, ketus maupun jutek itu.
“Ubah pandangan negative menjadi positif dengan tebarkan senyuman, bersikap ramah, ikhlas membantu tanpa adanya keterpaksaan”
Komentar
Posting Komentar